Hidup Itu Indah Jika Mengerti Akan Sesama

oeroeng 2011

Sang Motivator...!!!


Kamis, 19 November 2009

THOHAROH

HUKUM – HUKUM THOHAROH (BERSUCI)

Pengantar
Yang terpenting dalam setiap amalan manusia adalah diterimanya amalan tersebut oleh Alloh Swt. Kalau suatu amal perbuatan tidak diterima di sisi Allah maka nilai amalan itu akan kosong sama sekali sehingga tidak ada ganjaran dan pahala untuknya.
Untuk itu ada dua hal yang menjadi persayaratan terkabulnya amalan di sisi Alloh Swt, yaitu :
a) Amal tersebut dilakukan dengan ikhlas.
b) Amal tersebut dilakukan dengan cara dan adab yang benar sesuai dengan sunnah Nabi Saw.
Sebuah hadits menyebutkan “Sesungguhnya syetan tidak berani mengganggu seseorang yang selalu menjaga adab”. HR. Abu Nashr Samarqandi.

Pengertian Thaharoh (Bersuci)
Thaharah menurut bahasa artinya bersih dan suci dari segala kotoran, baik yang nyata seperti najis maupun yang tidak nyata seperti aib. Adapun menurut syariat, thaharah artinya : melakukan sesuatu agar diijinkan shalat atau hal-hal lain yang sehukum dengannya, seperti wudhu, mandi wajib, dan menghilangkan najis dari pakaian, tubuh dan tempat shalat. (Al-Maidah : 6)
Alloh swt berfirman, “Dan pakaianmu bersihkanlah.” QS. Al-Muddatsir : 4. Dalam ayat yang lain Alloh Swt firmankan, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat, dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. QS. Al-Baqarah : 222. Dan Nabi Saw menambahkan’ “Bersuci atau berthaharah adalah separuh dari iman”. HR. Muslim.

Macam-macam Thaharah
a) Bersuci dari najis.
b) Bersuci dari hadats.

A. Bersuci Dari Najis
Arti najis menurut bahasa ialah Segala sesuatu yang kotor menurut syari’at. Sedang menurut Syara’ berarti kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah, seperti: darah, dan air kencing.
Ada tujuh macam najis yang terpenting :
1) Khamr dan cairan apapun yang memabukkan. QS. Al-Maidah : 90. “Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram”. HR. Muslim.
2) Anjing dan Babi.
3) Bangkai, yaitu tiap-tiap binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i. QS. Al-Maidah : 30. Namun bangkai-bangkai yang dikecualikan, yakni tidak dihukum najis, yaitu;
(a) Bangkai manusia, karena Allah swt memuliakan anak-anak Adam. QS. Al-Isra` : 70. “Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis”. HR. Bukhari.
(b) Bangkai Ikan dan Belalang. “Dihalalkan dua macam bangkai dan dua macam darah. Yaitu bangkai ikan dan belalang. Dan darah hati serta anak limpa. Yaitu bangkai ikan dan belalang. Dan darah hati serta anak limpa”. HR. Ibnu Majah.
4) Darah yang mengalir, termasuk nanah. Karena semua itu kotor. QS. Al-An`am: 145.
5) Kencing dan tahi manusia maupun binatang.
6) Setiap bagian tubuh yang terlepas dari bagian binatang yang masih hidup. ‘Apa-apa yang terpotong dari seekor binatang, adalah bangkai”. HR. Hakim. Kecuali rambut dan bulu binatang yang halal dagingnya dimakan adalah suci. QS. An-Nahl : 8.
7) Susu binatang yang haram dimakan dagingnya. Karena susunya sama hukumnya dengan dagingnya. Sedang dagingnya adalah najis.

Macam-Macam Najis
1) Najis Mughalazhah (berat) ialah anjing dan babi serta apapun yang keluar daripadanya.
2) Najis Mukhaffafah (ringan), ialah kencing bayi laki-laki yang belum memakan selain Air Susu Ibunya, sedang umurnya belum sampai dua tahun.
3) Najis Muthawassithah (pertengahan). Yaitu najis selain anjing dan babi, dan selain kencing bayi laki-laki yang hanya minum ASI. Yaitu kencing manusia, tahi binatang dan darah. Najis-najis itu tidak bisa suci dengan sekadar diperciki air, namun juga tidak wajib dicuci berkali-kali ketika wujudnya telah hilang dengan satu kali basuhan saja.
Najis Muthawassithoh dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Najis ‘Ainiyah, ialah tiap-tiap najis yang berujud dan bisa dilihat mata, atau mempunyai sifat yang nyata seperti bau dan warnanya. Seperti kencing, tahi, dan darah.
b. Najis Hukmiyah, ialah tiap-tiap najis yang telah kering sedang bekasnya sudah tidak ada lagi
4) Najis Yang Dimaafkan, yaitu :
a. Percikan kencing yang sangat sedikit, yang tidak bisa ditangkap oleh mata biasa.
b. Sedikit darah, nanah, darah kutu, dan tahi lalat atau najisnya, selagi hal itu tidak perbuatan yang disengaja oleh dirinya.
c. Darah dan nanah dari luka, sekalipun banyak, dengan syarat : Berasal dari orang itu sendiri, bukan atas perbuatan disengaja, najis itu tidak melampaui dari tempatnya yang biasa.
d. Tahi binatang yang mengenai biji-bijian ketika ditebah, dan tahi binatang ternak yang mengenai susu ketika diperah, asalkan sedikit dan tidak merubah sifat susu itu.
e. Tahi ikan dalam air apabila tidak sampai merubahnya, dan tahi burung-burung di tempat yang sering mereka datangi seperti masjid Haram di Mekkah dan di Madinah, dan yang lainnya. Karena tahi hewan tersebut merata dimana-mana, sehingga sulit dihindarkan
f. Darah yang mengenai baju tukang jagal, asalkan sedikit.
g. Sedikit darah yang menempel di daging.
h. Mulut anak kecil yang terkena najis muntahannya sendiri, apabila ia menyedot putting susu ibunya.
i. Debu yang menerpa di jalanan,
j. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, seperti lalat, lebah, dan semut, dengan syarat binatang itu tercebur sendiri dan tidak merubah sifat air yang diceburinya.

Cara Bersuci Dari Najis
1) Najis mughallazhah : Hanya bisa disucikan dengan siraman air tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur dengan tanah, baik pada pakaian, tubuh, ataupun tempat shalat.
2) Najs Mukhaffafah : Disucikan dengan diperciki air sampai merata, baik berada pada tubuh, pakaian maupun tempat shalat.
3) Najis Muthawassithah : Hanya dapat suci apabila dialiri air yang dapat menghilangkan bekasnya, sehingga wujud dan sifat-sifat najis (bau, warna, dan rasanya) itu hilang, baik berada pada pakaian, tubuh maupun tempat shalat. Dan tidak mengapa jika masih tersisa warnanya yang sulit dihilangkan, seperti darah umpamanya.
4) Kulit Bangkai Selain Anjing Dan Babi : Disucikan dengan cara disamak. Yaitu dihilangkan cairannya yang dapat merusaknya jika dibiarkan, dengan menggunakan bahan pedas, sehingga jika kulit itu direndam di dalam air, tidak akan lagi busuk dan rusak.
Sesudah disamak, kulit itu masih wajib dicuci air, karena ia telah bertemu dengan obat-obat yang najis, yang digunakan untuk menyamaknya.
5) Istinja’ , yaitu membersihkan qubul dan dubur sesudah buang air atau kecil, lebih baik dengan batu atau tissue kemudian diteruskan dengan air. Karena batu atau tissue dapat menghilangkan ujud najis, sedang air menghilangkan bekasnya tanpa kecampuran najis. Istinja’ dilakukan dengan tangan kiri ukurannya hingga hilang tiga sifat yaitu bau, warna, dan rasa dari tempat keluar najis dan tangan.

B. Bersuci Dari Hadats
Hadats artinya keadaan tubuh seseorang setelah ia mengeluarkan sesuatu dari tubuhnya yang menyebabkan ia terlarang melaksanakan ibadah.

• Jenis Hadats dan Hal Yang Terlarang Karenanya
1) Hadats Besar, ialah keadaan tubuh seseorang yang menyebabkan ia terlarang untuk melakukan :
a. Sholat dan Thowaf sekitar Ka’bah
b. Memegang dan membawa mush-haf Al Qur-an kecuali dalam keadaan darurat untuk penyelamatan
c. Membaca Al Qur-an dengan tujuan untuk mendapat pahala. Dikecualikan yang membaca di dalam hati tanpa gerakan lidah
d. Duduk atau berhenti di Masjid kecuali sekedar melintas karena ketiadaan jalan lain.
e. Puasa dan Melakukan Hubungan Suami Istri (khusus bagi berhadats besar karena haid dan nifas).
2) Hadats Kecil, ialah keadaan tubuh seseorang yang menyebabkan ia terlarang untuk melakukan :
a. Sholat dan Thowaf sekitar Ka’bah
b. Memegang atau membawa mush-haf Al Qur-an kecuali dalam keadaan darurat untuk penyelamatan.

• Penyebab Hadats dan Cara Membersihkannya
1) Hadats Besar, yang menyebabkannya adalah :
a. Keluar mani (sperma) dengan syahwat baik ketika tidur atau terjaga.
b. Melakukan hubungan suami istri walaupun tidak keluar mani.
c. Berhenti dari haidh, nifas, dan wiladah
d. Masuk Islam
e. Meninggal dunia.
 Cara Pembersihannya ialah dengan Mandi Wajib / Janabat / Besar / Junub. Yaitu dengan cara :
(a) Berniat (cukup dalam hati dan tidak diucapkan), dan
(b) Mengalirkan air ke seluruh anggota badan.

2) Hadats Kecil, yang menyebabkannya ialah :
a. Keluar sesuatu dari qubul atau dubur
b. Hilang akal atau kesadaran, baik karena pingsan, mabuk minuman keras / obat bius, dan gila.
c. Tidur, kecuali dalam posisi duduk yang mantap
d. Menyentuh kemaluan dengan tapak tangan bagian dalam
e. Bersentuhan kulit pria dewasa dan perempuan dewasa - secara langsung dan tanpa penghalang - yang bukan mahrom.
 Cara pembersihannya ialah dengan wudhu atau tayammum.

Air Untuk Bersuci
b) Air yang turun dari langit : Air hujan, air es, dsb. Firman Allah Swt, “Allah turunkan dari langit air yang sangat bersih untuk bersuci”. QS. Al-Furqan : 48, QS. Al-Anfal : 11.
c) Air yang keluar dari dalam bumi : air laut, air sumur, air sungai, air mata air. Karena laut itu sangat suci airnya dan halal bangkainya.
HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa`I, Ibnu Majah, Ahmad.

Macam-Macam Air dan Pembagiannya
1) Air Mutlak, yaitu Air Suci Lagi Mensucikan. Ialah air yang masih tetap pada sifat keasliannya.
2) Air Musyammas, yaitu Air Suci Tapi Makruh digunakan. Ialah air yang berada di dalam bejana yang terbuat dari logam (selain emas dan perak) dan terkena panas matahari. Menjadi makruh karena dapat menyebabkan kerusakan kulit. Kemakruhan ini hanya erlaku bila dipakai untuk badan, serta di daerah yang beriklim sangat panas, seperti negeri Arab.
3) Air Suci Tapi Tidak Mensucikan. Air jenis ini ada dua macam : (a) Air sedikit yang sudah digunakan untuk bersuci yang fardhu. (b) Air yang sudah mengalami perubahan warna, rasa, dan baunya. Seperti air kopi, air teh, dan lain sebagainya.
4) Air Mutanajis (Terkena Najis), Yaitu air yang kemasukan najis. Air ini terbagi menjadi dua macam :
a) Air sedikit, yaitu air yang kurang dari dua qulah. Air ini menjadi najis apabila kemasukan najis sekalipun najisnya sedikit dan tidak merubah sifat-sifat air, seperti warna, bau maupun rasanya. Ukuran 1 qulah = 500 kati Bagdad = 192,857 Kg = 60 cm3.
b) Air banyak, yaitu air 2 qulah atau lebih. Air ini tidak menjadi najis jika hanya kemasukan najis sedikit. Ia barulah menjadi najis apabila najis itu mampu merubah salah satu diantara sifat-sifatnya yang tiga : warna, rasa, atau baunya.
5) Air Musta’mal, yaitu air yang telah dipakai untuk bersuci.
Wallahu a’lam bi al-showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar