Hidup Itu Indah Jika Mengerti Akan Sesama

oeroeng 2011

Sang Motivator...!!!


Kamis, 19 November 2009

Najis & Hadats

A. Larangan bagi yang berhadats
Hadats artinya keadaan tubuh seseorang setelah ia mengeluarkan sesuatu dari tubuhnya yang menyebabkan ia terlarang melaksanakan ibadah.
Para ulama fiqih membagi hadats menjadi dua yaitu hadats kecil dan hadats besar.
1. Hadats kecil
Hadas kecil yaitu keadaan yang menyebabkan bersuci dengan cara berwudhu atau tayamum. Hadats kecil ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Keluar sesuatu dari qubul atau dubur
b. Hilang akal atau kesadaran, baik karena pingsan, mabuk minuman keras / obat bius, dan gila.
c. Tidur, kecuali dalam posisi duduk yang mantap
d. Menyentuh kemaluan dengan tapak tangan bagian dalam
e. Bersentuhan kulit pria dewasa dan perempuan dewasa - secara langsung dan tanpa penghalang - yang bukan mahrom
Adapun mengenai larangan bagi orang yang berhadats kecil adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abu Sujak dalam Kifayatul Akhyar :
ويحم على المحدث ثلاثة اشياء : الصلاة و الطواف ومس المصحف وحمله
Berdasarkan pendapat tersebut, jelas bahwa orang yang berhadats kecil diharamkan melakukan tiga hal yaitu sholat, thowaf, memegang dan membawa mushaf Al Qur-an kecuali dalam keadaan darurat untuk penyelamatan.
Haramnya melakukan sholat bagi seseorang yang berhadats didasarkan pada sebuah hadits Nabi SAW sebagai berikut :
لا يقبل الله الصلاة بغير طهور ولا صدقة من غلول
"Allah tidak menerima sholat seseorang tanpa bersuci, dan tidak menerima sedekah dari barang haram"
Sedangkan haramnya melakukan thowaf didasarkan pada hadits berikut
الطواف بمنولة الصلاة الا ان الله تعالى احل فيه النطق , فمن نطق فلا ينطق الا بخير
"Thowaf itu kedudukannya sama dengan sholat, hanya saja Allah SWT menghalalkan berbicara di dalam thowaf. Oleh karena itu, barangsiapa yang berthowaf, janganlah berkata kecuali perkataan yang baik"
Dan dasar dari diharamkannya menyentuh mushaf adalah firman Allah dalam surat Al-Waqi'ah ayat 79 yang berbunyi :
لا يمسه الا المطهرون
"Tidak boleh menyentuh kecuali orang-orang yang suci"
2. Hadats besar
Hadas besar yaitu keadaan yang menyebabkan bersuci dengan cara mandi junub/janabat atau tayamum. Hadats besar disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Keluar mani (sperma) dengan syahwat baik ketika tidur atau terjaga.
b. Melakukan hubungan suami istri walaupun tidak keluar mani.
c. Berhenti dari haidh, nifas, dan wiladah
d. Masuk Islam
e. Meninggal dunia
Syaikh Abu Sujak mengatakan di dalam Kifayatul Akhyar yang berbunyi :
ويحرم على الجنب خمسة اشياء : الصلاة وقراءة القران ومس المصحف والطواف واللبث فى المسجد
Pendapat tersebut mengatakan bahwa bagi orang yang junub (berhadats besar) diharamkan melakuka 5 perkara yaitu sholat, membaca Al-Qur'an, menyentuh mushaf, thowaf dan berdiam di masjid.
Dasar diharamkanya sholat bagi orang yang junub adalah sebagaimana pada persoalan hadats kecil. Sedangkan diharamkannya membaca Al-Qur'an adalah didasarkan pada hadits Nabi SAW :
لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرأن (رواه الترمذى)
Adapun diharamkannya menyentuh mushaf adalah dikiaskannya pada orang yang berhadats kecil. Dan dasar bagi diharamkannya thowaf bagi orang yang junub adalah sebagaimana pada persoalan hadats kecil di atas. Sedangkan dasar diharamkannya berdiam di masjid bagi orang junub yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud :
انى لا أحل المسجد لحائض ولا جنب
"Aku tidak halalkan masjid itu kepada wanita haid dan orang yang junub"

B. Thoharoh dan Najis
1. Thoharoh
Thoharoh secara bahasa artinya bersih, kebersihan atau bersuci. Sedangkan menurut istilah ialah suatu kegiatan bersuci dari hadats dan najis sehingga seseorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut dalam keadaan suci seperti sholat dan thowaf.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 6 :
Adapun air yang dapat digunakan untuk bersuci ada 7 macam antara lain : air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air sumber (mata air), air es dan air embun.
Kemudian air itu dibagi menjadi 4 macam yaitu :
1) Air Thohir Muthohir Ghoiru Makruh, yaitu air yang suci serta mensucikan kepada yang lain dan tidak makruh apabila digunakan, yaitu yang dinamakan air mutlak.
2) Air Thohir Muthohir Makruh, yaitu air suci yang boleh mensucikan terhadap lainnya dan makruh untuk digunakan. Yaitu disebut air musyammas. Air ini suci jika tidak bertemu dengan najis dan boleh mensucikan sebab masih tetap disebut air mutlak. Namun terdapat khilaf diantara para ulama, Imam Rofi'I menganggap makruh karena air tersebut dianggap menimbulkan penyakit. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a. :
من اغتسل بماء مشمس فاصابه وضح فلا يلومن الا نفسه
"Barangsiapa mandi dengan air musyammas lalu terkena penyakit belang, janganlah menyalahkan kecuali kepada dirinya sendiri".
Sedangkan Imam Nawawi mengaggap bahwa air musyammas itu tidak makruh, pendapat ini dikemukakan sebab Imam Nawawi menganggap bahwa hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abba situ adalah hadits dhoif.
3) Air Thohir Ghoiru Muthohir, yaitu air suci yang tidak boleh mensucikan kepada yang lain, yang disebut air musta'mal.
Dalam hal ini terdapat khilaf para ulama, pertama yaitu air tersebut tidak boleh digunakan lagi dengan alas an air tersebut sudah digunakan untuk mengerjakan fardhu. Kedua yaitu air tersebut bisa digunakan karena belum digunakan untuk yang fardhu, misalnya air tersebut untuk memperbaruhi wudhu atau mandi sunnat, dll.
4) Air Najis, yaitu air yang kemasukan najis dan air itu kurang dari 2 kolah.
2. Najis
Najis menurut bahasa ialah sesuatu yang kotor. Menurut istilah ialah segala sesuatu yang haram dimakan atau diminum secara mutlak. Najis dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a. Najis Mughalazhah (berat) ialah anjing dan babi serta apapun yang keluar daripadanya. Adapun cara mensucikannya adalah Hanya bisa disucikan dengan siraman air tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur dengan tanah. Sebagaimana hadits Nabi SAW :
طهور إناء احدكم اذا ولغ فيه الكلب ان يغسله سبع مرات اولا هن بالتراب
"Sucinya wadah kamu, apabila dijilat oleh anjing dengan mencucinya tujuh kali. Basuhan yang pertama dengan dicampuri tanah".
b. Najis Mukhaffafah (ringan), ialah kencing bayi laki-laki yang belum memakan selain Air Susu Ibunya. Adapun cara mensucikannya dengan diperciki air sampai merata. Sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi :
ينضح من بول الغلام ويرش من بول الجارية
"Dipercikkan air ke atas kencingnya bayi laki-laki dan disirami (dibasuh) ke atas kencingnya bayi perempuan".
c. Najis Muthawassithah (pertengahan). Ialah najis selain anjing dan babi, dan selain kencing bayi laki-laki yang hanya minum ASI. Yaitu kencing manusia, tahi binatang dan darah. Najis-najis itu tidak bisa suci dengan sekadar diperciki air, namun juga tidak wajib dicuci berkali-kali ketika wujudnya telah hilang dengan satu kali basuhan saja dan akan lebih utama bila diulangi sampai tiga kali. Hal ini sebagaimana pendapat Syekh Abu Sujak dalam Kifayatul Ahyar :
ويغسل الاناء من ولوغ الكلب والخنزير سبع مرات إحدهن بالتراب , ويغسل من سائر النجاسات مرة واحدة تأتى عليه , والثلاث أفضل
Najis itu adakalanya najis ainiyah artinya najis yang dapat dilihat dengan mata, dan adakalanya najis hukmiyah artinya sesuatu itu dihukumi najis meski tidak tampak benda najisnya.
Adapun jika najis ainiyah, maka selain wajib menghilangkan benda najisnya, juga wajib menghilangkan rasa, rupa dan bau najis tersebut. Jika ketiga-tiganya masih ada dan tidak sulit menghilangkannya maka belum dikira suci, tetapi jika sulit menghilangkannya seperti bekas darah haidh, menurut qoul yang shahih adalah dianggap suci sebab terlalu sulit menghilangkannya. Sedang kalau najis hukmiyah, sucinya itu disyaratkan harus dicuci. Jadi yang wajib dalam menghilangkan najis adalah mencucinya.

1 komentar: